Minggu, 05 Juni 2011

Penyakit Hepatitis B (Hepatitis bag-II)

PENDAHULUAN

 Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh virus, yang dapat ditularkan melalui darah atau hubungan seksual atau dengan orang yang terinfeksi dan dapat menyebabkan penyakit yang parah (sirosis) atau kanker hati. Beberapa orang dapat menderita penyakit hepatitis B dan tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi. Orang-orang ini dapat menularkan penyakit ini tanpa menyadarinya.

Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan didunia dan dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal ini karena selain prevalensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan problema pasca akut bahkan dapat terjadi cirroshis hepatitis dan karsinoma hepatoseluler primer. Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis B akan menjadi kronik dan 20 % penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami cirroshis hepatis dan karsinoma hepatoselluler (hepatoma). Kemungkinan akan menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia balita dimana respon imun belum berkembang secara sempurna.

Pada saat ini didunia diperkirnkan terdapat kira-kira 350 juta orang pengidap (carier) HBsAg dan 220 juta (78 %) diantaranya terdapat di Asia termasuk Indonesia. Berdasarkan pemeriksaan HBsAg pada kelompok donor darah di Indonesia prevalensi Hepatitis B berkisar antara 2,50-36,17 % (Sulaiman, 1994). Selain itu di Indonesia infeksi virus hepatitis B terjadi pada bayi dan anak, diperkirakan 25 -45,g% pengidap adalah karena infeksi perinatal. Hal ini berarti bahwa Indonesia termasuk daerah endemis penyakit hepatitis B dan termasuk negara yang dihimbau oleh WHO untuk melaksanakan upaya pencegahan (Imunisasi).
 

Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui darah/darah produk yang mempunyai konsentrasi virus hepatitis B yang tinggi, melalui semen, melalui saliva, melalui alat-alat yang tercemar virus hepatitis B seperti sisir, pisau cukur, alat makan, sikat gigi, alat kedokteran dan lain-lain. Di Indonesia kejadian hepatitis B satu diantara 12-14 orang, yang berlanjut menjadi hepatitis kronik, chirosis hepatis dan hepatoma. Satu atau dua kasus meninggal akibat hepatoma.

ETIOLOGI DAN MASA INKUBASI

Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama antigen Australia. Virus ini termasuk DNA virus. Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut "Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting, karena menyebabkan perbedaan geogmfik dan rasial dalam penyebarannya. Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari.

Hepatitis berarti peradangan hati, dan disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis B. Apabila virus hepatitis B memasuki tubuh, virus ini sampai ke hati, di mana virus ini hidup dan membiak. Namun, upaya untuk membunuh virus ini yang mengakibatkan paling banyak peradangan dan kerusakan hati. Dampak infeksi hepatitis B bergantung pada usia penderita ketika terinfeksi. Bayi dengan infeksi hepatitis B hampir selalu menderita infeksi jangka panjang (kronis); orang yang terinfeksi sebagai orang dewasa mempunyai kemungkinan 95% menyingkirkan virus dari tubuh.

Banyak penderita hepatitis B tidak mengalami gejala dan oleh demikian tidak mengetahui bahwa mereka terinfeksi virus ini. Ada orang yang mungkin terasa capai, mual (ingin muntah) dan demam kuning (mata dan kulit menjadi kuning), tetapi bayi jarang mengalami gejala infeksi. Kurang lebih 50% anak remaja dan orang dewasa mengalami demam kuning ketika pertama kali terinfeksi, yang dikenal sebagai hepatitis B akut.

Penularan Virus Hepatitis B.
Dalam kepustakaan disebutkan sumber penularan virus Hepatitis B
berupa:
- Darah
- Saliva
- Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B
- Feces dan urine
- Lain-lain: Sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang terkontaminasi virus hepatitis B. Selain itu dicurigai penularan melalui nyamuk atau serangga penghisap darah.
- Berbagi penggunaan peralatan injeksi
- Pembuatan tato atau tindik badan dengan menggunakan peralatan yang tidak steril
- Luka karena jarum narkoba
- Seks yang tidak aman
- Dari ibu yang terinfeksi kepada bayinya pada waktu melahirkan dan melalui air susu ibu
- Dari anak ke anak, biasanya melalui kontak bagian tubuh yang sakit atau luka yang terbuka.

Penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu :
a. Parenteral : dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tattoo
b. Non Parenteral : karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus hepatitis B. Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara penting yaitu:
a. Penularan vertikal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HBsAg positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko terinfeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi antar negara satu dan lain berkaitan dengan kelompok etnik. Data mengenai prevalensi HBsAg pada wanita hamil di beberapa daerah di Indonesia.
b. Penularan horizontal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya: melalui hubungan seksual.

Gejala-gejala infeksi

Banyak orang yang terinfeksi virus hepatitis B tidak mengalami gejala apapun. Namun, infeksi akut mungkin mengakibatkan gejala-gejala berikut:
- Hilang nafsu makan
- Mual dan muntah
- Capai
- Demam kuning (mata dan kulit kuning)
- Sakit abdomen (bagian perut)
- Sakit otot dan sendi

PATOLOGI HEPATITIS B 
Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B (VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik dimembran sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan gel hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada atau minimal maka terjadi keadaan karier sehat.

Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama yaitu adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis akut fulminan. Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas didaerah portal dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan bila daerah portal melebar, tidak teratur dengan nekrosis diantara daerah portal yang berdekatan dan pembentukan septa fibrosis yang meluas maka terjadi hepatitis kronik aktif.

MANIFESTASI KLINIS HEPATITIS B

Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis hepatitis B dibangi 2 yaitu :
1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari tubuh kropes.
Hepatitis B akut terdiri atas 3 yaitu :
a. Hepatitis B akut yang khas
b. Hepatitis Fulminan
c. Hepatitis Subklinik
2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan VHB.

Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus yang jelas. Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :

1. Fase Praikterik (prodromal)
Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia, mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap. Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar bilirubin serum, SGOT dan SGPT, Fosfatose alkali, meningkat).

2. Fase lkterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu kedua. setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati abnormal.

3. Fase Penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase. pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal.

Hepatitis FulminanBentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhir dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia.

Hepatitis KronikKira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang mantap.

KELOMPOK RESIKO TINGGI TERKENA HEPATITIS B
Dalam epidemiologi Hapatitis B dikenal kelompok resiko tinggi yang lebih sering terkena infeksi Virus B dibandingkan yang lain, yang termasuk kelompok ini adalah :
1. lndividu yang karena profesi / pekerjaannya atau lingkungannya relatif lebih sering ketularan, misal : petugas kesehatan (dokter, dokter gigi, perawat, bidan), petugas laboratorium, pengguna jarum suntik, wanita tuna susila, pria homoseksual, supir, dukun bayi, bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi hepatitis B.
2. Individu dengan kelainan sistem kekebalan selular, misal penderita hemofilia, hemodialisa, leukemia limfositik, penderita sindroma Down dan penderita yang mendapat terapi imunosupresif.

PENCEGAHAN PENULARAN HEPATITIS B
 
Pencegahan dapat dilakukan dengan melalui tindakan Health Promotion baik pada hospes maupun lingkungan dan perlindungan khusus terhadap penularan. ! Health Promotion terhadap hos berupa pendidikan kesehatan, peningkatan higiene perorangan, perbaikan gizi, perbaikan sistem transfusi darah dan mengurangi kontak erat dengan bahan-bahan yang berpotensi menularkan virus VHB.
- Pencegahan virus hepatitis B melalui lingkungan, dilakukan melalui upaya: meningkatkan perhatian terhadap kemungkinan penyebaran infeksi VHB melalui tindakan melukai seperti tindik, akupuntur, perbaikan sarana kehidupan di kota dan di desa serta pengawasan kesehatan makanan yang meliputi tempat penjualan makanan dan juru masak serta pelayan rumah makan.
- Perlindungan Khusus Terhadap Penularan Dapat dilakukan melalui sterilisasi benda-benda yang tercemar dengan pemanasan dan tindakan khusus seperti penggunaan sarung tangan bagi petugas kesehatan, petugas laboratorium yang langsung bersinggungan dengan darah, serum, cairan tubuh dari penderita hepatitis, juga pada petugas kebersihan, penggunaan pakaian khusus sewaktu kontak dengan darah dan cairan tubuh, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita pada tempat khusus selain itu perlu dilakukan pemeriksaan HBsAg petugas kesehatan (Onkologi dan Dialisa) untuk menghindarkan kontak antara petugas kesehatan dengan penderita

PENCEGAHAN PENYAKIT 
Pencegahan penyakit dapat dilakukan melalui immunisasi baik aktif maupun pasif
1. Immunisasi AktifPada negara dengan prevalensi tinggi, immunisasi diberikan pada bayi yang lahir dari ibu HBsAg positif, sedang pada negara yang prevalensi rendah immunisasi diberikan pada orang yang mempunyai resiko besar tertular. Vaksin hepatitis diberikan secara intra muskular sebanyak 3 kali dan memberikan perlindungan selama 2 tahun. Program pemberian sebagai berikut: 
- Dewasa:Setiap kali diberikan 20 μg IM yang diberikan sebagai dosis awal, kemudian diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan. 
- Anak :Diberikan dengan dosis 10 μg IM sebagai dosis awal , kemudian diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan.

2. Immunisasi Pasif
Pemberian Hepatitis B Imunoglobulin (HBIG) merupakan immunisasi pasif dimana daya lindung HBIG diperkirakan dapat menetralkan virus yang infeksius dengan menggumpalkannya. HBIG dapat memberikan perlindungan terhadap Post Expossure maupun Pre Expossure. Pada bayi yang lahir dari ibu, yang HBsAs positif diberikan HBIG 0,5 ml intra muscular segera setelah lahir (jangan lebih dari 24 jam). Pemberian ulangan pada bulan ke 3 dan ke 5. Pada orang yang terkontaminasi dengan HBsAg positif diberikan HBIG 0,06 ml/Kg BB diberikan dalam 24 jam post expossure dan diulang setelah 1 bulan.

PENUTUP

Infeksi HCV merupakan infeksi hepatitis yang berbahaya karena pada sekitar 50%–70% orang yang terinfeksi HCV akut akan berkembang menjadi hepatokarsinoma; infeksi HCV menjadi lebih berbahaya oleh karena menyebabkan hepatitis pada penderita pasca transfusi darah. Pencegahan infeksi HCV dapat dilakukan dengan uji tapis anti HCV, akan tetapi pada bentuk sporadik Hepatitis C pencegahan hanya dapat dilakukan dengan imunisasi terhadap HCV. Untuk pencegahan infeksi HCV, dewasa ini telah dikembangkan suatu vaksin yang dilakukan dengan mengisolasi dan memurnikan kompleks protein E1-E2 yang melibatkan sistem kekebalan humoral (kerjasama antara sel CD4+ dan sd limfosit B). Hasilnya ternyata protein ini dapat menstimulasi terbentuknya titer antibodi yang tinggi pada chimpanse, namun hasil ujicoba in vivo membuktikan bahwa kekebalan yang terbentuk bersifat homotipik.

Keberhasilan pengembangan vaksin influenza yang menggunakan teknologi transfer gen (NP- pada plasmid) yang diinjeksikan intramuskular ke dalam sel otot mencit BALB/c, merupakan suatu terobosan barn dalam teknologi vaksin di masa depan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara in vitro reaksi CTL spesifik dan antibodi spesifik dapat terbentuk. Hal ini membuktikan bahwa baik presentasi antigen ke pada sel Tc (CD8+) oleh MHC-I ataupun presentasi antigen ke pada sd Th (CD4+) oleh MHC-ll dapat terjadi bersama. Secara in vivo, imunisasi mencit dengan NP-DNA menunjukkan bahwa kekebalan CTL yang dihasilkan bersifat heterotipik. Yaitu dapat menetralisasi dosis letal virus influenza strain virulen. mencit A/HK/68 (H3N2). Keberhasilan inilah yang menggugah sekelompok peneliti untuk mengembangkan suatu vaksin nukleopeptida terhadap HCV.

Resiko untuk terkena hepatitis B di masyarakat berkaitan dengan kebiasaan hidup yang meliputi aktivitas seksual, gaya hidup bebas, serta pekerjaan yang memungkinkan kontak dengan darah dan material penderita.
Pengendalian penyakit ini lebih dimungkinkan melalui pencegahan dibandingkan pengobatan yang masih dalam penelitian. Pencegahan dilakukan meliputi pencegahan penularan penyakit dengan kegiatan Health Promotion dan Spesifik Protection, maupun pencegahan penyakit dengan imunisasi aktif dan pasif.

0 komentar:

Posting Komentar