Kamis, 09 Februari 2012

Avian Influenza (H5N1)

Suaramerdeka.com - BREBES -  Virus Avian Influenza (AI) atau flu burung menyerang ternak ayam di tiga desa, di Kabupaten Brebes. Yakni, Desa Terlanggu, Kecamatan Brebes, Desa Kutamendala dan Desa Purwodadi, Kecamatan Tonjong. Akibat serangan itu, puluhan ekor ayam milik warga ditemukan mati mendadak. Bahkan, hingga Selasa (31/1), kematian ayam secara mendadak itu masih terjadi di Desa Terlanggu, Kecamatan Brebes.


Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan Pemkab Brebes, dokter hewan Jhoni Murahman mengatakan, hasil pemeriksaan, kematian ayam di Desa Terlanggu, Kutamendala dan Purwodadi itu positif akibat virus flu burung.

Di Desa Terlanggu tercatat sebanyak 35 ekor ayam yang mati. Sedangkan, di Desa Kutamendala sebanyak 25 ekor dan Desa Purwodadi 2 ekor.  "Hasil pemeriksaan kami memang positif penyebabnya virus flu burung," tandasnya.

Menurut dia, munculnya flu burung di tiga desa itu mulai Minggu (29/1). Guna mengantisipasi serangan meluas, saat ini telah ditangani dan masuk dalam tahap pengedalian. Yakni, mengandangkan ternak, memproteksi lalu lintas ternak di daerah terserang agar tidak keluar wilayah, dan melakukan penyemprotan kandang dengan disinfektan.  "Saat ini penyemprotan kandang dengan disinfektan masih kami lakukan.". http://media.brebeskab.go.id


A. Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza

Avian Influenza adalah penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan oleh virus
influenza strain tipe A. Penyakit yang pertama diidentifikasi di Itali lebih dari 100
tahun yang lalu, kini muncul di seluruh dunia. Seluruh unggas diketahui rentan
terhadap infeksi avian influenza, walaupun beberapa spesies lebih tahan terhadap
virus ini dibandingkan yang lain. Infeksi ini menyebabkan spektrum gejala yang
sangat luas pada unggas-unggas, mulai dari gejala yang ringan hingga ke penularan
yang sangat tinggi dan cepat menjadi penyakit yang fatal sehingga menghasilkan
epidemi yang berat. (Aditama TY., 2004)

Laporan dari WHO bertanggal 18 Februari 2004 menyebutkan bahwa Influenza A
(H5N1) telah menyebabkan wabah Avian influenza di Thailand, Vietnam, China,
Jepang, Korea, Kamboja, Laos dan Indonesia. Bahkan di Thailand flu burung sudah
menulari manusia dengan jumlah kasus 9 orang, 7 diantaranya meninggal dunia.
Vietnam yang lebih parah terserang wabah ini melaporkan adanya 22 kasus pada
manusia, 15 diantaranya meninggal dunia. Jelas bahwa wabah flu burung ini bukan
hanya menyebabkan kematian pada hewan tetapi juga pada manusia. (WHO., 2004)
Pada Januari 2004, di beberapa provinsi di Indonesia, terutama di Bali, Lombok,
Jabotabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Jawa Barat, dilaporkan
adanya kasus-kasus kematian ayam ternak yang luar biasa. Awalnya kematian
tersebut diduga disebabkan karena virus New Castle, namun konfirmasi terakhir oleh
Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung atau Avian Influenza (AI).
Walaupun sampai saat ini di Indonesia masih belum ada laporan terjadinya penularan
manusia ke manusia, tetapi kewaspadaan harus selalu ditingkatkan oleh karena sifat
virus influenza ini yang dapat berubah menjadi ganas dalam waktu yang relatif cepat.
(Depkes., 2005)

B. Virus Influenza

Virus influenza terdiri dari tipe A, B dan C. Lima belas subtipe dari virus influenza
diketahui dapat menginfeksi unggas-unggas, hingga saat ini, seluruh wabah dari
bentuk influenza yang sangat patogenik berasal dari virus-virus influenza tipe A
dengan subtipe (Hemaglutinin) H5 dan H7. Jenis subtipe influenza A juga dilihat dari
Neuraminidase, saat ini ada 9 Jenis subtipe berdasarkan Neuramanidase. Virus Avian
influenza yang saat yang saat ini bersirkulasi di Asia dan menyebabkan banyak
kematian pada unggas adalah H5N1.
Unggas yang menderita influenza H5N1 dapat mengeluarkan virus dengan jumlah
yang besar dalam kotorannya. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4
hari pada suhu 22º C dan lebih dari 30 hari dalam suhu 30ºC. Di dalam tinja unggas
dan dalam tubuh unggas yang sakit dapat bertahan lebih lama, tetapi akan mati pada
pemanasan 60ºC selama 30 menit. (Suharyono Wuryadi, 2004)
Penelitian pada saat ini telah menemukan bahwa virus-virus influenza yang tadinya
tidak patogen, setelah bersirkulasi beberapa saat pada populasi peternakan, dapat
bermutasi menjadi virus-virus yang sangat menular. Selama epidemi di Amerika pada
tahun 1983-1984, awalnya virus H5N2 menyebabkan kematian dalam jumlah yang
sedikit, namun dalam enam bulan berikutnya berubah menjadi sangat menular,
dengan tingkat mortalitas mendekati 90%. Tingkat pencegahan wabah menghasilkan
depopulasi terhadap 17 juta unggas dengan biaya hampir 65 juta US$. Selama
epidemi di Itali tahun 1999-2001, virus H7N1, mulanya tidak terlalu menular, tetapi
dalam waktu 9 bulan virus bermutasi menjadi sangat menular. Menyebabkan 13 juta
unggas mati atau dimusnahkan. (Suharyono Wuryadi, 2004)

C. Reservoir dan cara penularan
Penyakit ini dibawa oleh segala jenis unggas, yaitu ayam, itik, angsa, burung dll.
Avian influenza (H5N1) dapat menyebar dengan cepat diantara populasi unggas
dalam satu peternakan dan menimbulkan kematian yang sangat cepat dan tinggi.
Bahkan menyebar antar peternakan dari suatu daerah ke daerah lain. Penyakit ini juga
dapat menyerang manusia melalui udara yang tercemar oleh virus tersebut, yang
berasal dari sekret atau tinja unggas yang menderita flu burung tersebut. Sampai saat
ini belum ada bukti yang menunjukkan secara tepat adanya penularan dari manusia ke
manusia. Orang yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular adalah orang-orang
yang sering berhubungan langsung (kontak langsung) dengan unggas, misalnya
pekerja di peternakan ayam, pemotong ayam dan penjamah produk unggas lainnya.
Unggas air yang bermigrasi seperti belibis, bangau dan bebek liar (hanya ada di
negara empat musim) adalah reservoir alamiah dari virus avian influenza, burungburung
ini lebih tahan terhadap infeksi. Ternak domestik, termasuk ayam dan kalkun,
adalah yang paling mudah terkena dampak fatal dengan cepat dari epidemi influenza.
(WHO., 2004)

D. Variasi antigen virus Influenza

Semua virus influenza tipe A, termasuk yang menyebabkan epidemi musiman pada
manusia, secara genetic sangat labil dan dapat beradaptasi dengan cepat menghindari
mekanisme pertahanan tubuh (antibody) sipenjamu (host). Virus-virus influenza
kurang mempunyai mekanisme untuk “proofreading” atau “memperbaiki kerusakan
struktur” dan memperbaiki kecacatan/perbedaan yang muncul selama replikasi.
Sebagai hasil dari perbedaan yang tidak diperbaiki, maka komposisi genetik virus
berubah ketika virus bereplikasi di manusia dan hewan, dan strain sebelumnya
tergantikan dengan antigenik varian baru. Perubahan kecil yang bersifat konstan dan permanen dalam komposisi antigenik virus influenza A dikenal sebagai “antigenic
drift”. Antigenik drift ini dapat terjadi pada virus influenza tipe A dan B. (Priyanti Z
Soepandi, 2004)
Kecenderungan virus-virus influenza mengalami perubahan antigenik yang permanen
dan cukup sering ini menyebabkan WHO memonitor situasi influenza di dunia dalam
programnya WHO Global Influenza Programme dimulai sejak tahun 1947. Setiap
tahun setelah melakukan pemantauan pada 4 pusat penelitian kolaborasi WHO yang
mendapat data dari 112 institusi dari 83 negara. WHO memberikan suatu acuan
kepada para produsen vaksin influenza untuk membuat vaksin yang tepat dengan
subtipe-subtipe virus influenza yang bersirkulasi di dunia. (Rekomendasi vaksin
influenza)
Virus influenza mempunyai karakteristik kedua yang memicu keprihatinan yang amat
sangat dari kesehatan masyarakat. Virus influenza tipe A, termasuk subtipe-subtipe
dari spesies yang berbeda (Avian maupun manusia), dapat berubah atau materi-materi
genetiknya dapat bertukaran dan tersusun baru “reassort”. Proses dari penyusunan
ulang materi genetic ini dikenal sebagai “antigenic shift”. Antigenik shift ini akan
menghasilkan jenis subtipe yang baru yang berbeda dari kedua induknya. Oleh karena
populasi manusia tidak mempunyai imunitas terhadap subtipe baru, dan tidak ada
vaksin yang tersedia untuk memberikan proteksi, antigenic shift dalam sejarah
menghasilkan pandemi (wabah raya) yang sangat mematikan. Hal ini terutama akan
muncul, bila subtipe baru mempunyai gen dari virus influenza manusia sehingga
dapat menular dari orang ke orang pada periode yang terus menerus.
Kondisi yang memungkinkan munculnya antigenic shift telah lama diketahui
melibatkan manusia yang hidup atau tinggal dekat ternak domestik dan babi. Oleh
karena babi mudah terkena infeksi baik dari avian maupun dari virus-virus mamalia
termasuk virus influenza manusia, maka babi dapat bertindak sebagai media
pencampur “mixing vessel” untuk mengaduk materi genetic dari virus manusia dan avian, yang menghasilkan munculnya virus subtipe baru. Data-data yang baru
mengidentifikasikan kemungkinan kedua. Bukti-bukti yang dipelajari bahwa, paling
tidak beberapa dari 15 jenis virus influenza avian yang bersirkulasi di populasi
unggas dapat menginfeksi manusia dan manusia dapat menjadi media pencampur
“mixing vessel” juga. (Aditama TY., 2004)

E. Infeksi virus avian influenza pada manusia

Virus avian influenza secara normal tidak menginfeksi diluar spesies unggas dan
babi. Kasus pertama infeksi avian influenza pada manusia muncul di Hongkong pada
tahun 1997. Pada waktu itu strain H5N1 menyebabkan penyakit pernapasan yang
berat pada 18 pasien, yang mana 6 diantaranya meninggal. Infeksi pada manusia
merupakan koinsidensi dari epidemi Avian influenza yang sangat menular (H5N1)
yang terjadi pada hewan-hewan ternak. Investigasi yang ekstensif dari wabah
mencerminkan bahwa kontak yang dekat dengan ternak hidup yang terinfeksi
merupakan sumber infeksi pada manusia. Studi pada tingkat genetik lebih lanjut
mencerminkan bahwa pindahnya virus dari unggas ke manusia. Penularan pada
beberapa pekerja kesehatan (terbatas) muncul, tetapi tidak menyebabkan kasus
penyakit yang berat. (Thomas Suroso, 2004)

F. Gejala klinis dan diagnosis avian influenza pada manusia

Gejala klinis flu burung pada manusia adalah seperti gejala flu pada umumnya, yaitu
demam (>38ºC), sakit tenggorokan, batuk, pilek (beringus), nyeri otot, sakit kepala,
dan dalam waktu singkat dapat menjadi lebih berat dengan munculnya radang paruparu
(pneumonia) dan apabila tidak dilakukan penanganan yang tepat dapat
menyebabkan kematian. Gejala klinis dari 10 kasus Avian influenza pada manusia di
Vietnam adalah sebagai berikut: Demam lebih dari 38ºC, sulit bernapas dan batuk adalah gambaran utama. Seluruh pasien mengalami limfopenia dan gambaran
abnormalitas foto toraks. Tidak ada pasien yang terlihat sakit leher, konjungtivitis,
hidung kemerahan dan berair. Diare dengan feses cair terlihat pada setengah dari
kasus. Delapan pasien meninggal, dan dua sembuh. (Berita Buana, 2004)
Diagnosis kasus flu burung pada manusia yang dipastikan oleh WHO adalah seperti:
a) Kultur virus influenza subtipe A (H5 N1) positif, atau
b) PCR influenza (H5) positif, atau
c) Peningkatan titer antibodi H5 sebesar 4 kali. (WHO., 2004)

G. Pentingnya vaksinasi Avian Influenza menurut WHO

Meskipun vaksin yang digunakan sekarang tidak efektif untuk melindungi terhadap
virus avian H5N1, tapi akan mengurangi resiko co-infeksi dan genetic reassortment /
penyusunan ulang materi genetik dari virus influenza manusia dan burung dalam
tubuh manusia, dengan kata lain mencegah terbentuknya tipe baru virus influenza
yang lebih ganas. Selain itu, vaksin juga melindungi terhadap epidemik influenza
manusia yang memang selalu terjadi sepanjang tahun di daerah tropis dan subtropik.
Meskipun ambang proteksi vaksin baru terlihat setelah dua minggu sejak terima
vaksinasi, namun diyakini bahwa ini tetap bermanfaat meskipun mereka terpapar
dalam waktu dua minggu tersebut. (WHO., 2006)

H. Kelompok individu yang dianjurkan vaksinasi oleh WHO:

Semua orang yang kontak dengan ternak atau peternakan yang dicurigai atau
diketahui terkena avian influenza (H5N1), khususnya orang yang melakukan
pemusnahan hewan ternak yang terjangkit/mati akibat avian influenza, dan orangorang
yang tinggal dan bekerja pada peternakan dimana dilaporkan atau dicurigai
terkena dampak avian influenza atau ditempat dimana pemusnahan dilakukan. Para
pekerja kesehatan yang setiap hari berhubungan dengan pasien yang diketahui atau
dikonfirmasi menderita influenza H5N1 juga dianjurkan vaksinasi. Dalam hal jumlah
vaksin yang memadai, maka para pekerja kesehatan dalam unit gawat darurat di area
yang terjangkit H5N1 pada unggas dapat diberikan. (WHO., 2006).
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25850/.../Chapter%20II.pdf

Note :



Virus pada kasus Indonesia di tahun 2012 masih sama dengan yang sebelumnya, yaitu reseptor alpha 2,3. Virus ini sama dengan virus human Indonesia 2007. Dengan demikian, tidak terjadi mutasi dan tidak terjadi "sustained transmission" (penularan berkelanjutan). Ini merupakan 2 bukti ilmiah.

Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kemenkes Prof dr Tjandra Yoga Aditama melalui surat elektronik kepada Pusat Komunikasi Publik. Prof. Tjandra memastikan, dengan 2 bukti ilmiah tersebut dapat dipastikan sampai saat ini tidak ada penularan antar manusia pada flu burung ini.

Ditambahkan, data WHO menunjukkan, sepanjang tahun 2012 yaitu sejak 1- 20 Januari   2012, ada laporan 7 kasus Flu Burung di dunia,  yaitu 3 di Mesir, 2 Indonesia, 1 China dan 1 Kamboja. Sementara itu, pada  Januari 2011,  di dunia ada 6 kasus Flu Burung. Artinya, jumlah kasus di dunia pada Januari 2011 dibandingkan dengan  Januari 2012 tidak jauh berbeda.

Prof. Tjandra juga menyampaikan, di Indonesia, obat Flu Burung yaitu oseltamivir tersedia cuma-cuma. Obat tersebut sudah tersebar di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan. Saat ini , tersedia lebih dari 1,4 juta tablet yang siap diluncurkan lagi kalau diperlukan. http://depkes.go.id

0 komentar:

Posting Komentar