Senin, 11 Juli 2011

Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)

PENDAHULUAN
Gangguan akibat kekurangan iodium (Gaki) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang perlu ditanggulangi secara sungguh-sungguh. Penduduk yang tinggal di daerah kekurangan iodium akan mengalami Gaki kronis yang menyebabkan pertumbuhan fisik terganggu dan keterbelakangan mental yang tidak dapat disembehkan sehingga menjadi beban masyarakat. Gaki mengakibatkan penurunan kecerdasan dan produktivitas penduduk sehingga menghambat pengembangan sumber daya manusia. Penyebab, teknologi dan cara penanggulangan Gaki telah diketahui. Pengalaman di berbagai negara seperti Amerika, Perancis, Italia dan Thailand membuktikan bahwa Gaki dapat ditanggulangi. Oleh karena itu Gaki harus segera dibasmi agar bangsa Indonesia dapat memasuki tahapan tinggal landas. Upaya penanggulangan Gaki sudah dimulai sejak jaman penjajahan Belanda, akan tetapi masih sangat terbatas. Pada jaman kemerdekaan upaya ditingkatkan dan dewasa ini mendapat prioritas yang lebih memadai. Upaya penanggulangan Gaki dilaksanakan melalui program jangka pendek, dengan suntikan minyak beriodium (lipiodol) di daerah endemik berat dan program jangka panjang, distribusi garam beriodium. Walaupun demikian program masih belum mencapai hasil yang optimum. Di beberapa propinsi terdapat kenaikan prevalensi gondok dan kretin. Mengapa program Gaki di Indonesia masih belum mencapai hasil yang optimum? Masalah dan hambatan apa yang timbul dalam penyelenggaraan program Gaki? Upaya apa yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan pelaksanaan program Gaki? Pada kesempatan ini disampaikan informasi mengenai program Gaki secara garis besar. Beberapa topik yang dibahas termasuk macam Gaki, penyebab, prevalensi dan  penanggulangannya. Selain itu informasi mengenai beberapa altematif untuk meningkatkan upaya penanggulangan Gaki.
 Kandungan yodium di alam yang telah terkikis habis, tidak akan dapat tergantikan lagi. Akibatnya bila masyarakat yang tinggal di daerah tersebut dan hanya bergantung pada sumber air dan hasil bahan makanan setempat akan mengalami KEKURANGAN YODIUM. Kekurangan yodium merupakan penyebab utama mulai dari penumpulan intelektual, kretin (gangguan mental umum, bisu tuli cebol dst). Dampak karena GAKY, dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Di Indonesia masalah GAKY masih menjadi persoalan kesehatan masyarakat yang serius mengingat: Pertama, dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia; Kedua, luasnya cakupan penduduk yang menderita dan wilayahnya hampir merata di seluruh Indonesia; Ketiga, penanggulangan GAKY yang dilakukan yaitu konsumsi garam beryodium yang cakupannya Untuk menanggulangi GAKY, penambahan yodium pada semua garam konsumsi telah disepakati sebagai cara yang aman, efektif dan berkesinambungan untuk mencapai konsumsi yodium yang optimal bagi semua rumah tangga dan masyarakat 



GAKI

Yodium adalah sejenis mineral yang terdapat di alam, baik di tanah maupun di air, merupakan zat gizi mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan mahluk hidup. Dalam tubuh manusia Yodium diperlukan untuk membentuk Hormon Tiroksin yang berfungsi untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan termasuk kecerdasan mulai dari janin sampai dewasa. Daerah yang penduduknya berisiko mengalami
masalah GAKY ditandai dengan:
1. Kadar Yodium dalam Urin: Jika median Ekskresi Yodium dalam Urin (EYU) penduduk kurang dari 100μg/l
2. Cakupan konsumsi garam beryodiumnya masih kurang dari 90%

Garam beryodium adalah garam yang telah diyodisasi sesuai dengan SNI dan mengandung yodium ≥30ppm untuk konsumsi manusia atau ternak dan industri pangan. konsumsi garam beryodium menunjukkan bahwa cakupan konsumsi garam mengandung yodium cukup(≥ 30ppm) masih jauh dari target USI (Universal salt Iodization) 90%. 

Dasar Hukum dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan GAKY

Program yodisasi garam telah dirintis sejak tahun 1977 yang diperkuat dengan adanya:
1. Keputusan Presiden nomor 69 tahun 1994 tentang pengadaan garam beryodium.
2. Undang-Undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999, yang bertujuan menjamin status kesehatan warganegara.
3. Peraturan Pemerintah nomor 15 tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia.
4. Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2008, tentang perencanaan pembangunan daerah sesuai dengan situasi otonomi daerah.
5. Surat Keputusan Menperind nomor 29/M/SK/2/1995 tentang Pengesahan SNI dan penggunaan tanda SNI wajib pada 10 produk industri

Iodium

Iodium merupakan zat gizi essensial bagi tubuh, karena merupakan komponen dari hormon thyroxin. Terdapat dua ikatan organik yang menunjukkan bioaktivitas hormon ini, yaitu trijodotyronin (T3) dan tetrajodotyronin (T4) atau thyroxin. Iodium dikonsentrasikan di dalam kelenjar gondok (glandula thyroxin) untuk dipergunakan dalam sintesa hormon.

thyroxin. Hormon ini ditimbun dalam folikel kelenjar gondok, terkonjugasi dengan protein (globulin) yang disebut thyroglobulin yang merupakan bentuk yodium yang disimpan dalam tubuh, apabila diperlukan, thyroglobulin dipecah dan akan melepaskan hormon thyroxin yang dikeluarkan oleh folikel kelenjar ke dalam aliran darah.
Kekurangan yodium memberikan kondisi hypothyroidism dan tubuh mencoba untuk mengkompensasikan dengan penambahan jaringan kelenjar gondok yang menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid tersebut.
Jumlah iodium dalam tubuh manusia relative sangat kecil dan kebutuhan untuk pertumbuhan normal hanya 100-150 mikrogram (0,1-0,15 mg) perhari. Kebutuhan ini dapat dipenuhi dari konsumsi 6 gram garam beriodium dengan kandungan minimal 40 ppm, sekitar 60 mikrogram iodium yang dikonsumsi tersebut akan ditangkap oleh kelenjar tiroid untuk pembentukan hormon thyroxin.

 Zat Goitrogenik

Zat Goitrogenik adalah zat yang dapat menghambat pengambilan iodium oleh kelenjar gondok, sehingga konsentrasi iodium dalam kelenjar menjadi rendah. Aktivitas bahan goitrogenik pada prinsipnya bekerja pada tempat yang berlainan dalam rantai proses pembentukan hormon tiroid, dapat dibagi atas dua macam yaitu :
a. Menghambat pengambilan iodium oleh kelenjar thyroid,golongan ini termasuk kelompok perchlorate 
b. Menghalangi pembentukan ikatan organik antara iodium dan thyroxin untuk menjadi hormon thyroid, golongan ini adalah kelompok tiouracils imidazoles

Dari hasil beberapa penelitian diketahui bahwa ada beberapa jenis makanan yang dikonsumsi oleh manusia dan hewan dapat bersifat goitrogenik. Penelitian dengan menggunakan tikus/kelinci sebagai objek, seperti penelitian oleh grup Baltimore terhadap kelinci yang diberi campuran makanan yang mengandung kubis segar, disimpulkan bahwa kubis merupakan salah satu faktor penyebab pembesaran kelenjar tiroid. Di New Zealand ditemukan bahwa famili kubis dapat menyebabkan gondok setelah diberi pada kelinci selama 60 hari. Selain itu Mc. Carrison melaporkan bahwa soybean dan peanuts (kacang kedele), juga menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid tikus 3x lebih besar daripada normal setelah diberi makan selama 3 bulan.

Diketahui juga bahwa selain bahan makanan di atas ditemukan juga zat goitrogenik pada umbi singkong, daun singkong dan kacang-kacangan lainnya Defisiensi iodium dapat menyebabkan terjadinya penyakit gondok. Gondok adalah cara adaptasi manusia terhadap kekurangan unsur iodium dalam makanan dan minumannya (Zulkarnaen, 2003). Untuk menentukan apakah seseorang menderita gondok (mengalami pembesaran kelenjar gondok) dapat dilakukan dengan palpasi (meraba dengan jari-jari tangan).

GAKI dapat terjadi pada manusia baik pria maupun wanita. Kelompok pria yang tergolong rentan GAKI adalah sampai dengan usia 20 tahun, sedangkan kelompok wanita sampai dengan usia 49 tahun. Timbulnya gangguan dapat terjadi pada manusia sejak masih janin dalam kandungan.
Pada janin, kekurangan iodium dapat mengakibatkan abortus spontan (keguguran), lahir mati, kelainan/kematian perinatal, kematian bayi meningkat, bayi lahir kretin dan kelambatan perkembangan gerak.
Pada anak remaja dapat mengakibatkan gondok, hipotiroid, gangguan fungsi mental dan intelejensi, gangguan perkembangan fisik dan kretin. Pada dewasa dapat mengakibatkan gondok dengan segala komplikasinya, hipotiroid dan gangguan fungsi mental dan intelejensi. 

Dampak yang ditimbulkan sudah tentu sangat besar dan luas. Apalagi kelompok yang beresiko paling tinggi adalah wanita. Ibu hamil yang ada di daerah endemik GAKI beresiko melahirkan bayi kretin, dan melahirkan generasi penerus dengan tingkat intelejensi rendah. Dampak selanjutnya adalah kualitas sumber daya manusia yang juga rendah.
Pengurangan tingkat kecerdasan yang diakibatkan oleh GAKI dapat diperinci sebagai berikut:
1. Setiap penderita gondok akan mengalami pengurangan IQ poin sebesar 5 poin dibawah normal.
2. Setiap penderita kretin akan mengalami pengurangan IQ poin sebesar 5 poin dibawah normal.
3. Setiap penderita GAKI lain yang bukan gondok maupun kretin akan mengalami pengurangan IQ poin sebesar 5 poin dibawah normal.
4. Setiap kelahiran bayi yang terdapat di daerah yang kurang yodium akan mengalami pengurangan IQ poin sebesar 5 poin dibawah normal.

Penyebab GAKI

Defisiensi Iodium

Kekurangan intake iodium disebabkan karena faktor lingkungan air dan tanah dengan kandungan iodium yang rendah akibat iodium terkikis dari tanah, sehingga seluruh hewan dan tumbuhan yang digunakan sebagai sumber bahan makanan bagi manusia akan kekurangan iodium.
Air minum

Di dalam air minum yang kotor terdapat zat goitrogenik alami berasal dari sediment organic goitrogenik di dalam air tanah. Hasil-hasil bakteri Escherichia coli dalam air minum juga dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.

Upaya Penanggulangan GAKI

Upaya penanggulangan dapat dilakukan dengan cara :
1. Penyuntikan depot lipiodol (preparat yodium dalam minyak) dengan dosis 2ml yang kemudian diganti dengan kapsul minyak beryodium, dengan tujuan untuk mencegah timbulnya bayi lahir kerdil (cebol) akibat kekurangan yodium.
2. Distribusi garam dapur yang difortifikasi dengan Kalium Iodium.
3. Kegiatan penyuluhan yang bertujuan untuk mensukseskan program penanggulangan GAKI.

Proses Produksi Garam

Proses produksi garam rakyat kebanyakan hanya tergantung pada alam (air laut dan cuaca) dan pengalaman dengan teknologi terbatas. Khususnya kadar yodium rendah, dimana konsumsi jangka panjang menyebabkan timbulnya penyakit gondok di beberapa daerah akibat kekurangan iodium.
Jika dibandingkan dengan kualitas garam lokal produksi petani garam di Cirebon, Jawa Barat, yang memiliki kandungan NaCl rendah dibawah 90%, maka akan sulit bersaing  dengan garam impor dari Australia dan India yang bermutu lebih baik.

Produksi garam adalah menguapkan air laut dalam petak-petak di pinggir pantai. Air laut yang diuapkan sampai kering mengandung setiap liternya sejumlah 7 mineral (CaSO4, MgSO4, MgCl2, KCl, NaBr, NaCl, dan air) dengan berat total 1.025,68 gram. Setelah dikristalkan pada proses selanjutnya akan diperoleh garam dengan kepekatan 16,75-28,5 derajat Be setara dengan 23,3576 gram. Untuk menghasilkan garam dapur hanya akan diperoleh 40,97% dari jumlah semula. 

Lokasi pembuatan garam yang ideal adalah memenuhi persyaratan antara lain lokasi landai, kedap air, air laut dapat naik ke lahan tambak garam (dengan atau tanpa bantuan alat), konsentrasi air baku minimum 2,5 derajat Be. Lokasi juga bersih dari sumber air tawar, dengan curah hujan sedikit dan banyak sinar matahari untuk optimalnya penguapan air laut. Musim kemarau yang panjang akan memperkecil frekuensi turun hujan.

Distribusi Garam Beriodium

Kebutuhan garam nasional sekitar 1,839 juta ton per tahun terdiri atas garam konsumsi 855.000 ton dan garam industri 984.000 ton. Kebutuhan garam untuk industri soda menempati urutan teratas yaitu 76%, diikuti untuk kebutuhan industri pengeboran minyak 15%, dan jenis industri lain seperti kulit, kosmetik, sabun dan es sebanyak 9%. Kebutuhan garam dikonsumsi untuk makanan merupakan 72% sedangkan sisanya

dibutuhkan untuk bahan penolong dalam industri makanan. Konsumsi garam per kapita adalah 3 kg per tahun per orang.
Distribusi garam beriodium dari perusahaan ke masyarakat, tergantung dari kemampuan produksi dan pemasaran dalam suasana pasar bebas. Perusahaan yang besar mampu melakukan distribusi antar pulau dan antar propinsi, sedangkan perusahaan menengah dan kecil hanya mampu memasarkan produknya dalam satu propinsi atau bahkan satu kabupaten/kota saja. Pemasaran akhir umumnya melalui pengecer formal (pasar besar, supermarket, toko bahan pangan), sampai dengan pengecer kecil di daerah perkotaan dan pinggiran kota. Pasar di kabupaten Dairi terutama di kecamatan Berampu di daerah-daerah terpencil umumnya sulit terjangkau oleh distributor garam beriodium, kemungkinan dikarenakan akses jalan yang sulit ditempuh sehingga memerlukan waktu lama. Secara tradisional kebutuhan garam yang di pasarkan di pasar tradisional di penuhi distributor informal yang memasarkan garam krosok non-iodium.
Hal ini yang memerlukan perhatian ialah pemalsuan dan penipuan kandungan iodium dalam garam. Berbagai survey kecil di beberapa kota menunjukkan masih banyak kemasan garam yang mengklaim mengandung iodium, namun kandungan KI03 kurang dari 30 ppm sebagaimana dipersyaratkan.

Syarat-syarat Garam Beriodium yang Diperdagangkan

Pemerintah melalui Kepmen 77/M/SK/5/95 tentang Pengolahan, Pelabelan dan Pengemasan garam beriodium berupaya meningkatkan kualitas garam rakyat sehingga memenuhi syarat SNI, maka syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:

1. Syarat-syarat kemasan:

Garam konsumsi yang diproduksi untuk diperdagangkan harus dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, kedap air atau plastik yang tebal dan transparan.

2. Syarat-syarat label:

Pada wadah/kemasan garam beryodium harus tertera keterangan-keterangan yang jelas/terang yang dicetak sebagai berikut:
1. Nama/merek perusahaan
2. Kandungan Kalium Iodium 30-80ppm
3. Berat isi setiap kemasan dalam satuan gram atau kilogram
4. Tanggal pembuatan/produksi (kode produksi)
5. Nomor pendaftaran dari Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan
6. Alamat perusahaan

3. Standar berat isi kemasan garam konsumsi beriodium yang diizinkan untuk beredar pada tingkat pasar adalah:

1. Isi bersih 5 kg (5000 gram)
2. Isi bersih 4 kg (4000 gram)
3. Isi bersih 3 kg (3000 gram)
4. Isi bersih 2 kg (2000 gram)
5. Isi bersih 1 kg (1000 gram)
6. Isi bersih 0,5 kg (500 gram)
 7. Isi bersih 1 ons (100 gram)

4. Cara pengemasan:

1. Menjamin terpenuhi berat isi kemasan sesuai dengan yang tertera di label.
2. Tutup kemasan dengan menggunakan alat laminating atau alat pemanas yang dapat menjamin tidak terjadinya kebocoran pada kemasan tersebut.

5. Mutu garam konsumsi

Meskipun tidak semua garam produksi lokal bermutu rendah tetapi kenyataan memang menunjukkan adanya kelemahan-kelemahan yang vital bagi mutu suatu garam yang sering didapati pada garam lokal antara lain rendahnya kandungan yodium yang tidak memenuhi standar seperti yang ditetapkan oleh Lembaga Standar Nasional Indonesia. Setidaknya ada 13 kriteria standar mutu yang harus dipenuhi oleh produsen garam. Diantaranya adalah penampakan bersih, berwarna putih, tidak berbau, tingkat kelembaban rendah, dan tidak terkontaminasi dengan timbal dan logam lainnya. Kandungan NaCl untuk garam konsumsi manusia tidak boleh lebih rendah dari 97% untuk garam kelas satu, dan tidak kurang dari 93% untuk garam kelas dua. Tingkat kelembaban disyaratkan berkisar 0,5% dan senyawa SO4 tidak melebihi batas 2,0%, kadar yodium berkisar 30-80ppm.
Untuk melihat gambaran garam yang dikonsumsi, khususnya dilihat dari kandungan iodium dalam garam dapat dilakukan dengan cara hasil uji kualitatif terhadap garam yang dikonsumsi yaitu dengan menggunakan alat Iodina-test dari Kimia Farma.

6. Bentuk garam

Bentuk garam yang kita kenal di Indonesia terbagi atas tiga, yaitu:
1. Halus, dimana garam ini adalah garam yang kristalnya sangat halus menyerupai gula pasir yang biasa disebut garam meja. Garam halus ini biasa dikemas dalam wadah/plastik dengan label yang lengkap.
2. Curai/krosok, dimana garam ini adalah garam yang kristalnya kasar-kasar, di daerah Jawa disebut juga krosok, biasa dibungkus dengan karung dan dijual dalam bentuk kilo-an.
3. Briket, yaitu garam yang berbentuk bata.

Dalam mencapai tujuan dan target program penanggulangan GAKY, sesuai dengan rekomendasi dari WHO/CCIDD/UNICEF, ada 10 indikator yang digunakan untuk menilai pencapaian program.

1.Pengembangan kelembagaan ditandai dengan adanya Tim GAKY
2.Adanya komitmen politik tentang USI
3.Adanya organisasi pelaksana yang kuat di setiap tingkatan
4.Legislasi dan regulasi tentang USI di semua tingkatan
5.Komitmen dalam monitoring dan evaluasi, dengan adanya data yang akurat
6. KIE dan mobilisasi sosial untuk mengkonsumsi garam beryodium
7. Adanya data garam beryodium secara reguler pada tingkat produsen, pasar dan konsumen
8. Adanya data EYU anak sekolah secara reguler pada daerah endemik berat
9. Adanya kerjasama dengan produsen garam untuk pengawasan mutu garam beryodium
10. Adanya data hasil monitoring dan penyebarluasan-nya termasuk data garam dan EYU

0 komentar:

Posting Komentar