C. Payudara
1. Anatomi Payudara (menurut Roesli, 2004)
Payudara adalah kelenjar yang teletak di bawah kulit yang
berfungsi mernproduksi ASI. Beratnya normal 200 gr, hamil 600 gr,
meyusui 800 gr. Payudara terdiri dari bagian luar (eksternal) dan
bagian dalarn (internal)
Bagian luar terdiri dari :
a. Sepasang buah dada terletak di dada.
b. Puting susu
c. Daerah kecoklatan di sekitar puting susu (aerola mammae).
Bagian dalam terdiri dari empat jaringan utama :
a. Kelenjar susu (mammary alveoli) merupakan pabrik susu.
b. Gudang susu (sinus lactiferous) Yang berfungsi menampung ASI,
terletak di bawah daerah kecoklatan di sekitar puting susu.
c. Saluran susu (ductus lactiferous) Yang mengalirkan susu dari
pabrik susu ke gudang susu.
d. Jaringan penunjang dan pelindung, seperti jaringan ikat dan sel
lemak yang melindungi.
ASI diproduksi atau dibuat oleh jaringan kelenjar susu atau pabrik
ASI, kemudian disalurkan melalui saluran susu ke dalam gudang susu
yang terdapat di bawah daerah yang berwarna gelap atau coklat tua di
sekitar puting susu. Gudang susu ini sangat penting artinya, karena
merupakan tempat penampungan ASI. Puting susu mengandung
banyak sekali saraf sensoris sehingga sangat peka.
Anatomi dan fisiologi laktasi pada manusia telah diatur dan
disiapkan secara alamiah, sejak wanita masih dalarn proses
pertumbuhan dan perkembangan sampai menjadi calon ibu atau dalam
keadaan hamil.
2. Pembentukan Air Susu lbu (Soetjiningsih, 1997)
a. Reffeks Prolaktin
ASI diproduksi sebagai hasil kerja hormon-hormon dan refleksrefleks
yang berperan. Pada waktu hamil terjadi perubahan perubahan
antara lain terbentuknya lebih banyak kelenjar susu sehingga mammae
membesar, sebagai persiapan untuk rnenyusui. Segera setelah
persalinan, perubahan hormonal menyebabkan mammae mulai
memproduksi ASI dimulai dengan hisapan bayi pada puting susu, dua
jenis refleks memproduksi dan mengeluarkan ASI sesuai dengan
kebutuhan bayi. Kelenjar pituitari bagian depan di bagian dasar otak
menghasilkan hormon prolaktin. Proses ini dimulai dari hisapan sampai
diproduksinya ASI disebut refleks prolaktin.
b. Refleks Oksitosin
Efek hisapan bayii selain berpengaruh terhadap dihasilkannya
hormon prolaktin oleh kelenjar pituitari bagian depan, berpengaruh pula
terhadap bagian belakang kelenjar pituitari untuk menghasilkan hormon
oksitosin yang berefek berkontraksinya otot sel pada kelenjar susu
menyebabkan ASI dialirkan malalui saluran susu ke sinus laktiferus.
Keseluruhan proses ini disebut refleks oksitosin. Refleks ini sangat
dipengaruhi oleh emosi ibu. Rasa kasih sayang pada bayi akan
membantu refleks. Tetapi rasa sakit, khawatir dan kurang percaya diri
akan mengharnbat refleks ini.
3. Mekanisme Menyusul (Soetjiningsih, 1997)
Bayi yang sehat mempunyai refleks intrinsik yang diperlukan untuk
berhasil menyusui, yaitu :
a. Refleks Mencari (rooting refleks)
Mamae ibu yang menempel pada pipi atau daerah sekeliling mulut
merupakan rangsangan yang menimbulkan refleks mencari pada bayi.
Ini menyebabkan kepala bayi berputar menuju puting susu yang
menempel tadi diikuti dengan membuka mulut dan kernudian puting
susu ditatik masuk ke dalam mulut.
b. Refleks Menghisap (sucking refleks)
Tekhnik menyusui yang baik adalah apabila areola marnmae
sedapat mungkin sernuanya masuk ke dalam mulut bayi, tetapi hal ini
tidak mungkin dilakukan pada ibu-ibu yang areola -mammaenya besar.
Untuk itu sudah cukup bila rahang bayi supaya menekan sinus
laktiferus yang terietak di puncak areola marnmae di belakang puting
susu. Tidak dibenarkan rahang bayi hanya menekan puting susu saja,
karena bayi hanya dapat menghisap susu sedikit dan ibu akan
mengalami lecet-lecet pada puting susu. Dengan tekanan bibir dan
gerakan rahang secara bersama, maka gusi akan menjepit areola
marnmae dan sinus laktiferus, sehingga air susu akan mengalir ke
puting susu, selanjutnya bagian belakang lidah menekan puting susu
pada- langit-langit yang mengakibatkan air susu keluar dari putting
susu. Cara yang dilakukan oleh bayi ini tidak akan menimbulkan cedera
pada puting susu.
c. Refleks Menelan (swallowing reffeks)
Pada saat air susu keluar dari puting susu, akan disusul dengan
gerakan menghisap (tekanan negatif yang ditimbulkan oleh otot pipi,
sehingga pengeluaran air susu akan bertambah dan diteruskan dengan
mekanisme menelan masuk ke lambung.
Keadaan akan terjadi berbeda bila bayi diberi susu botol di mana
rahang mempunyai peranan sedikit dalam menelan dot botol, sebab
susu dengan mudah mengalir dari lubang dot. Dengan adanya gaya
berat yang disebabkan oleh posisi botol yang dipegang ke arah bawah
dan selanjutnya dengan adanya hisapan pipi (tekanan negaffl,
kesemuanya ini akan membantu air susu, sehingga tenaga yang
diperlukan oleh bayi untuk menghisap susu botol menjadi minimal.
4. Langkah-langkah Menyusui yang Benar (Soetjiningsih, 1997)
a. Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada
puting dan di sekitar areola payudara. Cara ini mempunyai manfaat
sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu.
b. Posisi Menyusui
Ada berbagi macam posisi menyusui, yang biasa dilakukan adalah
dengan duduk, berdiri atau berbaring. Ada posisi khusus yang
berkaitan dengan situasi tertentu seperti ibu paska oprasi sesar, bayi
diletakan disamping kepala ibu dengan kaki diatas. Menyusui bayi
kembar dilakukan dengan cara memegang bola, dimana kedua bayi
disusui bersamaan kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar (penuh),
bayi ditengkurapkan diatas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan
kepala bayi, dengan posisi ini maka bayi tidak akan tersedak.
c. Bayi diletakkan menghadap perut dan payudara ibu.
1) lbu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik
menggunakan kursi yang rendah (agar kaki ibu tidak menggantung)
dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
2) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala
bayi terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh
menengadah d&n bokong bayi ditahan dengan telapak tangan).
3) Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan yang satu di
depan.
4) Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap
payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi).
5) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
6) lbu menatap bayi dengan kasih sayang.
d. Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang
dibawah , jangan -menekan puting susu atau areola payudaranya
e. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting refleks) dengan
cara :
1) Menyentuh pipi dengan puting susu.
2) Menyentuh sisi mulut bayi.
f. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke
payudara ibu dan puting serta areola payudara dimasukkan ke mulut
bayi
1) Usahakan sebagian areola payudara dapat masuk ke mulut bayi,
sehingga puting susu berada dilangit-langit dan. lidah bayi akan
menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak di
bawah areola payudara. Posisi yang salah, yaltu apabila hanya
menghisap pada puting susu saja akan mengakibatkan masukan
ASI yang tidak adekuat dan puting susu lecet.
2) Setelah bayi mulai menghisap payudara tak perlu dipegang . atau
disang- gah lagi.
g. Melepas isapan bayi setelah menyusui pada satu payudara sampai
terasa kosong, sebaiknya diganti dengan payudara yang satunya.
Cara melepas isapan bayi:
1) Jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut mulut.
2) Dagu bayi ditekan ke bawah.
3) Setelah selesai menyusui AS[ dikeluarkan sedikit kemudian
dioleskan pada puting susu dan disekitar kalang payudara, biarkan
kering dengan sendirinya.
h. Menyendawakan Bayi
Tujuan menyendawakan bayi adalah mengeluarkan udara dari lambung
supaya bayi tidak muntah setelah menyusui.
Cara menyendawakan bayi:
1) Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu, kemudian
punggungnya ditepuk perlahan- lahan.
2) Bayi tidur tengkurap di pangkuan ibu kemudian punggungnya
ditepuk perlahan.
Untuk mengetahui bayi telah menyusui dengan tehnik yang benar
dapat dil lihat dengan :
1) Bayi tampak tenang
2) Badan bayi menempel pada badan ibu.
3) Mulut bayi terbuka lebar.
4) Dagu menempel pada payudara ibu.
5) Sebagian besar areola payudara masuk ke dalam mulut bayi,
6) Bayi tampak menghisap kuat dengan irama perlahan.
7) Puting susu ibu tidak terasa nyeri.
8) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
9) Kepala tidak menengadah.
5. Lama dan Frekuesi Menyusui
Sebaiknya menyusui bayi secara tidak di jadwal ( on demand ),
karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui
bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain ( kencing, dsb) atau
ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat
mengosongkan payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi
akan kosong dalam waktu 2 jam. Pada awalnya bayi akan menyusu
dengan jadwal yang tidak teratur, dan akan mempunyai pola tertentu
setelah 1-2 minggu kemudian.
Menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik karena isapan
bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya.
Dengan menyusui tidak dijadwal sesuai dengan kebutuhan bayi sangat
berguna, karena dengan sering disusukan akan memacu produksi ASI,
dan juga dapat mendukung keberhasilan menunda kehamilan.
Untuk menjaga keseimbangan besarnya kedua payudara maka
setiap kali menyusukan harus dengan kedua payudara dan diusahakan
sampai payudara terasa kosong, agar produksi ASI menjadi lebih baik
Selama masa menyusui ibu sebaiknya menggunakan kutang (BH)
yang dapat menyangga payudara tapi tidak terlalu ketat.
5. Tujuh langkah Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif
(Soetjiningsih ,1997)
a. Mempersiapkan payudara bila diperlukan.
b. Mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui.
c. Menciptakan dukungan keluarga, teman, dan sebagainya
d. Memilih tempat melahirkan yang "sayang bayi" seperti "rumah sakit
sayang bayi atau "rumah bersalin sayang bayi".
e. Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI
eksklusif.
f. Mancari ahli persoalan menyusui seperti klinik laktasi atau
konsuftasi untuk persiapan apabila kita menemui kesukaran
g. Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan manyusui
6. Faktor-Faktor yang mempengaruhi pemberian ASI sksklusif
Banyak faktor yang mempengaruhi seorang ibu dalam menyusui
bayinya, beberapa peneliti yang telah dilakukan didaerah perkotaan dan
perdesaan di Indonesia dan Negara berkembang lainnya, menunjukan
bahwa faktor system dukungan, pengetahuan ibu terhadap ASI, promosi
susu formula dan makanan tambahan mempunyai pengaruh terhadap
praktek pernberian ASI. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat memberikan
dampak negative maupun positif dalam memperlancar pemberian ASI
eksklusif (Santosa, 2004).
Adapun faktor lain mempengaruhi pemberian ASI adalah faktor
sosial budaya ekonomi (pendidikan formal ibu, pendapatan keluarga dan
status kerja ibu), faktor psikologis (takut kehilangan daya tarik sebagai
wanita, tekanan batin), faktor fisik ibu (ibu yang sakit, misainya mastitis,
dan sebagainya), faktor kurangnya petugas keehatan sehingga
masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang
manfaat pemberian ASI eksklusif (Soetjiningsih, 1997).
Sementara menurut Utami Roesli (2004), mengungkapkan bahwa
fenomena kurangnya pemberian ASI eksklusif disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya : pengetahuan ibu yang kurang memadai tentang ASI
eksklusif, beredarnya mitos yang kurang baik, serta kesibukan ibu bekerja
dan singkatnya cuti melahirkan, merupakan alasan yang diungkapkan
oleh ibu yang tidak menyusui secara ekslusif.
D. Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang
melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, rasa dan
raba. Tetapi sebagian besar melalui proses yaitu proses belajar dan
membutuhkan suatui bantuan misaInya buku. (Notoatmodjo S, 2003)
Menurut Lawrence Green (1980), pengetahuan dan sikap seseorang
terhadap kesehatan merupakan salah satu faktor predisposisi yang
mempengaruhi perilaku seseorang, jadi jika seorang ibu hamil tidak pernah
mendapatkan informasi atau penyuluhan mengenai pemberian ASI ekslusif
dapat berpengaruh dalam memberikan ASI ekslusif pada bayinya di
kemudian hari.
2. Tingkatan Pengetahuan
Notoatmojo (2003) menyatakan bahwa pengetahuan memiliki enam
tingkatan, yaitu :
a. Tahu
Adalah sesuatu kemampuan dalam mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Yang termasuk dalam tingkatan pengetahuan ini
adalah mengingat kembali terhadap suatu hal spesifik yang dipelajari
dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. “
Tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur pengetahuan ini adalah : menguarĂan,
mengidentifikasi, menyatakan dan lain-lain. Misalnya ibu dapat
menyebutkan pengertian imunisasi.
b. Paham
Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah memahami objek tertentu
harus mampu menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
Page | 48
meramalkan, terhadap objek yang dipelajari. Misalnya ibu dapat
menjelaskan usia pemberian imunisasi pada anak.
c. Aplikasi
Aplikasi adalah suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi-situasi dan kondisi yang sebenarnya.
Mengaplikasikan dapat diartikan dengan menggunakan hukum- hukum,
rumus-rumus, metode, atau prinsip dalarn konteksatau situasi yang
lain. Misalnya ibu dapat mengaplikasikan cara untuk merawat anak
akibat reaksi dari pernberian imunisasi.
d. Analisis
Analisis. adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu saran lain.
Kemampuan menganalisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja
seperti: menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan lain-lain.
e. Sintesis
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru, dengan kata lain mensintesa adalah kernampuan untuk
menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan, terhadap suaru
rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi
Mengevaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada
Page | 49
suatu kriteria yang dilakukan sendiri atau kriteria-kriteria yang sudah
ada.
3. Konsep Perilaku sehat dalam pemberian ASI ekslusif
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Baik yang dapat diamati
langsung maupun yang tidak dapat diamati langsung (Notoatmodjo 2003),
sedangkan Skinner (1938), dalam Notoatmodjo seorang ahli psikologi,
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus.
Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan
yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat, oleh
sebab itu dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat
maka intervensi atau yang ditujukan kepada faktor pelaku ini sangat strategis
(Notoatmodjo,2003).
Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah
konsep dari Lawrence Green (1980), dalam Notoatmodjo menurut Lawrence
Green perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yakni :
a. Faktor-Faktor Predisposisi (Predisposing Faktor) .
Faktor-faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan kesehatan, system nilai yang dianut masyarakat
tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.
b. Faktor-Faktor Pemungkin (Enabling Faktor)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat.
Page | 50
c. Faktor-Faktor Penguat ( Reinforcing Faktor )
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat
(toma), tokoh agama (toga), dan perilaku para petugas termasuk petugas
kesehatan, suami, dalam memberikan dukungannya kepada seorang ibu
menyusui dalam memberikan ASI secara ekslusif.
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari pengetahuan. Penelitian Rogers (1974), dalam Notoatmodjo
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru di dalam
diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu :
1) Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
2) Interest, yakni orang tertarik kepada stimulus.
3) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya), hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru
5) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dansikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan
bahwa perubahan prilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas apabila
penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku seperti ini didasari oleh
pengetahuan, kesadaran dan sikap.
Faktor prilaku ini pula dapat mempengaruhi keberhasilan ibu menyusui
dalam memberikan ASI ekslusif.
Page | 51
E. Karakteristik ibu menyusui
1. Umur
Umur yaitu usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
saat berulang tahun. Semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja
(Nursalam, 2001)
Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk
kehamilan persalinan dan menyusui adalah 20-35 tahun oleh sebab itu
yang sesuai dengan masa reproduksi sangat baik dan sangat mendukung
dalam pemberian ASI ekslusif, sedangkan umur yang kurang dari 20 tahun
dianggap masih belum matang secara fisik mental dan psikologi dalam
menghadapi kehamilan , persalinan serta pemberian ASI, sedangkan umur
lebih dari 35 tahun dianggap juga berbahaya sebab baik alat reproduksi
maupun fisik ibu sudah jauh berkurang dan menurun selain itu bisa terjadi
resiko bawaan pada bayinya dan juga dapat meningkatkan penyulit pada
kehamilan , persalinan dan nifas ( Martadisoebrata, 19992)
Umur ibu sangat menentukan kesehatan maternal dan berkaitan
dengan kondisi kehamilan, persalinan dan nifas serta cara mengasuh dan
menyusui bayinya. lbu yang berumur kurang dari 20 tahun masih belum
matang dan belum siap dalarn hal jasmani dan sosial dalarn menghadapi
kehamilan, persalinan serta dalam membina bayi yang dilahirkan (Depkes
Ri, 1994). Sedangkan ibu yang berumur 20-35 tahun, menurut Hurlock
(1997) disebut sebagai "masa dewasa" dan disebut juga masa reproduksi,
di mana pada masa ini diharapkan orang telah mampu untuk memecahkan
Page | 52
masalah-masalah yang dihadapi dengan tenang secara emosional,
terutama dalarn menghadapi kehamilan, persalinan, nifas dan merawat
bayinya nanti.
Pada primipara dengan usia 35 tahun ke atas dimana produksi hormon
relatif berkurang, mengakibatkan proses laktasi menurun, sedangkan pada
usia remaja 12-19 tahun harus dikaji pula secara teliti karena
perkembangan fisik, psikologis maupun sosialnya belum siap yang dapat
mengganggu keseimbangan psikologis dan dapat mempengaruhi dalam
produksi ASI.
Husaini (1999) mengatakan bahwa umur 35 tahun lebih, ibu
melahirkan termasuk resiko karena pada usia ini erat kaitannya dengan
Anemia gizi yang dapat mempengaruhi produksi ASIyang dihasilkan.
Berdasarkan hasil penelitian Kusmayanti (2005) bahwa semakin
meningkat umur maka presentase berpengatahuan semakin baik karena
disebabkan oleh akses informasi, wawasan dan mobilitas yang masih
rendah.
Menurut pendapat Hurlock.B.E (2002), bahwa semakin meningkatnya
umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang dalam berfikir dan
bekerja akan lebih matang.
2. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang ibu
(Nursalam, 2001).
Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami
masalah ketika menyusui yang sebetulnya hanya karena tidak tahu caracara
yang sebenarnya dan apabila ibu mendengar ada pengalaman
Page | 53
menyusui yang kurang baik yang dialami orang lain hal ini memungkinkan
ibu ragu untuk memberikan ASI pada bayinya ( Perinasia, 2004)
Menurut Perinansia (2003), paritas dalam menyusui adalah
pengalaman pemberian ASI eksklusif, menyusui pada kelahiran anak
sebelumnya, kebiasaan menyusui dalarn keluarga serta pengetahuan
tentang manfaat ASI berpengaruh terhadap, keputusan ibu untuk menyusui
atau tidak. Dukungan dokter bidan/petugas kesehatan lainnya atau kerabat
dekat sangat dibutuhkan terutama untuk ibu yang pertama kali hamil.
Dalarn pemberian ASI eksklusif, ibu yang yang pertama kali menyusui
pengetahuan terhadap pemberian ASI eksklusif belum berpengalaman
dibandingkan dengan ibu yang sudah berpengalaman menyusui anak
sebelumnya.
Menurut G.J Ebrahim (1978) bahwa faktor emosional dan sosial
menunjang keberhasilan pemberian ASI. Salah satu faktor yang dapat
disebutkan diantaranya adalah nasehat dan pengalaman selama masa
kehamilan , persalinan, Terutama pengalaman menyusui pertamanya.
Paritas diperkirakan ada kaitannya dengan arah pencarian informasi
tentang pengetahuan ibu nifas/menyusui dalam memberikan ASI ekslusif.
Hal ini dihubungkan dengan pengaruh pengalaman sendiri maupun orang
lain terhadap pengetahuan yang dapat mempengaruhi perilaku saat ini
atau kemudian ( Notoatmodjo, 2003 ). Pengalaman yang diperoleh dapat
memperluas pengetahuan seseorang dalam pernberian ASI hasil
penelitian Andrianny (2005). Bahwa pengalaman ibu dalam mengurus
anak berpe- ngaruh terhadap pengetahuannya tentang ASI ekslusif.
(Soetjiningsih,1997)
Page | 54
2. Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu yang rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan
ibu dalam menghadapi masalah, terutama dalam pemberian ASI
eksklusif. Pengetahuan ini diperoleh baik secara formal maupun informal.
Sedangkan ibu-ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi,
umumnya terbuka menerima perubahan atau hal-hal baru guna
pemeliharaan kesehatannya (Depkes RI, 1996). Pendidikan juga akan
membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu, mencari pengalaman
sehingga informasi yang diterima akan menjadi pengetahuan (Azwar,
2000).
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada
masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan- tindakan atau
praktek untuk memelihara (mengatasi masalah) dan meningkatkan
kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan
pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran, sehingga
perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama ( long lasting ) dan
menetap ( langgeng ) karena didasari oleh kesadaran. Memegang
kelemahan dan pendekatan kesehatan ini adalah hasil lamanya, karena
perubahan perilaku melalui proses pembelajaran yang pada umumnya
memerlukan waktu lama ( Notoatmodjo, 2003 ).
Pendidikan diperkirakan ada kaitannya dengan pengetahuan ibu
menyusui dalam memberikan ASI ekslusif hal ini dihubungkan dengan
tingkat pengetahuan ibu bahwa seseorang yang berpendidikan lebih tinggi
Page | 55
akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan
tingkat pendidiakan yang rendah ( Notoatmodjo, 2003 ).
Penggeseran paradigma itu dipicu oleh tingginya tingkat kebutuhan
hidup dan meningkatnya pemahaman kaum wanita tentang aktualisasi
diri. Pendidikan dan kebebasan informasi membuat para wanita masa kini
lebih berani memasuki wilayah pekerjaan lain yang dapat
memberdayakan kemampuan dirinya secara maksimal, sehingga ibu
tidak dapat memberikan ASI ekslusif ( Evi, 1992). Pendidikan juga akan
membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu, mencari pengalaman
sehingga informasi yang diterima akan jadi pengetahuan ( Azwar, 2000)
3. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegitan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya ( Nursalam, 2001)
Pekerjaan ibu juga diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuan
dan kesempatan ibu dalam memberikan ASI eksklusif Pengetahuan
responden yang bekerja lebih baik bila dibandingkan dengan pengetahuan
responden yang tidak bekerja. Semua ini disebabkan karena ibu yang
bekerja di luar rumah (sektor formal) memiliki akses yang lebih baik
terhadap berbagai informasi, termasuk mendapatkan informasi tentang
pemberian ASI eksklusif (Depkes RI 1999).
Seorang ibu yang bekerja akan mempunyai tambahan pendapatan
bagi keluarganya yang akhirnya dapat memenuhi kebutuhan keluarganya,
apabila ia tidak bekerja maka tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok
keluarganya, bekerja untuk perempuan sering kali bukan pilihan tetapi
Page | 56
karena pendapatan suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangganya ( Novaria, 2000)
Menurut Utami Roesli ( 2005 ), mengatakan bahwa bekerja bukan
alasan untuk menghentikan pemberian ASI secara ekslusif selama paling
sedikit 4 bulan dan bila mungkin sampai 6 bulan, meskipun cuti hamil
hanya 3 bulan. Dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui,
adanya perlengkapan memerah ASI, dan dukungan lingkungan kerja,
seorang ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI secara ekslusif.
Menurut hasil penelitian Andryani (2005) diperoleh bahwa sebanyak
52,5 % ibu menyusui mempunyai pengetahuan yang baik dan
0 komentar:
Posting Komentar