1 Penyakit yang secara alami dapat dipindahkan dari hewan vertebrata ke manusia atau sebaliknya.
2 Ada ± 150 penyakit zoonosa di dunia. Di Indonesia terdapat lebih dari 50 zoonosis antara lain: rabies, pes, anthrax, taeniasis/cysticercosis, JE, leptospirosis, toxoplasmosis, bovine tubercullosis, schistosomiasis, flu burng, sapi gila dsb
1. JAPANESE ENCEPHALITIS (Radang otak)
Tergolong penyakit Emerging infectious diseases & emerging zoonotic diseases
Japanese Encephalitis (JE) adalah : Penyakit infeksi virus pada susunan saraf pusat (SSP) disebarkan melalui gigitan nyamuk dengan perantaraan hewan lain, terutama babi
GEJALA KLINIS JE :
1. Keluhan awal: demam, nyeri kepala, kuduk kaku, kesadaran menurun , tremor, kejang
2. Keluhan lanjutan : kaku otot, koma, napas abnormal, dehidrasi, berat badan menurun
3. Keluhan lain : rf. tendon meningkat, paresis, suara pelan & parau
MASA INKUBASI PENYAKIT JE :
Masa inkubasi 4 – 14 hari
Ada empat stadium klinis :
1. Stadium prodromal: 2-3 hari
2. Stadium Akut : 3-4 hari
3. Stadium subakut : 7-10 hari
4. Stadium konvalesen : 4-7 minggu
TATA LAKSANA PENDERITA
1 Cairan : atasi dehidrasi, keseimbangan elektrolit
2 Analgetik & antipiretik
3 Pemberian makanan bergizi baik
4 Pengawasan jalan napas
5 Pengendalian kejang
6 Antiviral (-)
7 Simtomatis & suportif
1. Awasi tanda vital
1 Rutin dan seksama
2 Gagal napas " resusitasi
3 Oksigen
4 Renjatan segera diatasi
2. Menurunkan panas:
1 Penting untuk mengatasi kejang
2 Antipiretik : parasetamol atau asetaminofen, ibuprofen
3 Suportif : - istirahat, - kompres
3. Menurunkan tekana intrakranial
Manitol : menarik cairan ekstravaskular ke pembuluh darah otak:
1 Dosis awal 200 mg/kg IV 3-5’
2 Dewasa : urin 30-50 ml/jam setelah 2-3 jam
3 Anak : urin 1 ml/jam
4 setelah 2-3 jam
Fungsi ginjal adekuat :
Dewasa :
1,5-2 g/kg lar. 15-20-25% IV 1 jam
Anak <12 th : 0,25-1 g/kg lar 20% IV 20-30’ diulang 4-6 jam
Anak > 12 th = dewasa
Evaluasi kardiovaskular :
Cegah pseudoaglutinasi :
20 mEq NaCl / liter lar. Manitol
Bila transfusi bersamaan
Posisi ½ duduk netral, kepala 20-30º
4. Mempertahankan fungsi metabolisme otak :
Cairan mengandung glukosa 10%à kadar gula darah 100-150 mg/dl
Metabolisme otak meningkat terjadi hipertermia dan kejang
5. Pemberian antibiotik
1 Atasi infeksi sekunder: Pneumonia, ISK, dekubitus
2 Berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi
Pasca rawat : rehabilitasi medis
UPAYA PENCEGAHAN
A. Penyuluhan masyarakat
B. Pengendalian vektor
C. Hindari gigitan nyamuk
D. Jauhkan kandang babi
E. Vaksinasi
PENGENDALIAN VEKTOR :
□ Konvensional :
□ penyemprotan insektisida efek residu
□ Semprot ruangan
□ Larvasida dan pengaliran air
Vaksin JE
a. Live attenuated vaccine
b. Inactivated vaccine :
• Otak tikus
• Ginjal hamster
Dalam penelitian :
• Vaksin DNA
• JE-yellow fever chimeric vaccine
Siklus penularan JE
2. LEPTOSPIROSIS
1 Bersifat zoonosis
2 Disebut juga Weil’S Disease, Haemorrhagic Jaundice
3 Merupakan penyakit yang berhubungan erat dengan pekerjaan.
4 Merupakan penyakit reemerging disease
5 Bersifat musiman :
Iklim sedang : puncak insiden musim panas dan gugur.
Iklim tropis : puncak insiden musim hujan
SUMBER PENULARAN
1. Rodent ( Tikus )
2. Sapi, Kambing, Domba, Kuda, Babi
3. Anjing, Kucing
4. Burung
5. Insektivora ( Landak, Kelelawar, Tupai )
CARA PENULARAN :
Kontak dengan bahan yang tercemar air kemih hewan yang sakit leptopspirosis, melalui :
1 Selaput lendir (mucosa) mata, hidung
2 Kulit yang lecet atau kulit yang intak, tetapi terendam lama dalam air
3 Saluran pencernakan
Penularan dari manusia ke manusia jarang terjadi
MASA INKUBASI :
1 Masa inkubasi 4 – 19 hari,
( rata – rata 10 hari)
DAERAH RAWAN
A. Kriteria
1 Daerah rawan banjir
2 Daerah rawa/ lahan gambut
3 Daerah persawahan/ peternakan
4 Daerah pasang surut
5 Daerah kumuh
B. Tindakan
● Peningkatan kewaspadaan pada daerah rawan dengan pencarian/ penemuan tersangka / penderita. di unit pelayanan kesehatan (UPK) melalui pemeriksaan klinis yang mengarah pada leptospirosis
● Pengobatan penderita/ tersangka.
Pengambilan sediaan bila ditemukan panderita/ tersangka leptospirosis
PENCEGAHAN
A. Personal hygiene
B. Pakaian pelindung (pembersih septick tank, dll)
C. Sanitasi lingkungan, termasuk sanitasi kolam renang
D. Pada hewan
● rodent control
● vaksinasi hewan
● cara memelihara hewan yang sehat
MANIFESTASI BERVARIASI
● Sub klinik
● Demam anikterik ringan : 90 %
● Demam ikterik berat : 10 %
1 Manifestasi tergantung
● Serovar leptospira
● Usia
● Kerentanan
● Nutrisi
2. Onset leptospirosis mendadak, ditandai:
1. Demam yang remittent, nyeri kepala, myalgia. conjungtiva suffusion, uveitis, iridosiklitis
2. Limfadenopati, splenomegali, hepatomegali, rash makulo bisa ditemukan meski jarang
3. Didapatkan pleiositosis di cls meningitis aseptik pada < 25 % kasus dan 60 % pd. Anak < 14 th
4. Torniquet positip bisa terjadi
5. Kematian jarang terjadi, di cina dilaporkan 2 – 4 %
6. Self limited
7. Gejala klinik menghilang dalam 2 – 3 minggu
3. Perjalanan penyakit berlangsung cepat, ditandai dengan:
o Demam dapat persistent
o Ikterus
o Perdarahan
o Gagal ginjal akut : 16 % - 40 %
o Kadar billirubin meningkat tinggi
o Azotemia, oliguria, urinuria terjadi pada minggu ke 2, tetapi dapat juga terjadi pada hari ke 3 setelah onset
Komplikasi dapat melibatkan multi sistem :
1 Paru : 20 % - 70 %, batuk, nyeri dada, hemophtysis, adrs, efusi pleura àinfiltrate alveola à sesak
2 Jantung : myocarditis à congestive heart failure. gangguan irama jantung, kelainan gambar EKG, hipotensi sering dijumpai
3 komplikasi berat dapat menyebabkan kematian ( 54 % )
3. PENYAKIT ANTRAKS :
1 Bersifat zoonosis
2 Disebut juga radang limpa, radang kura, malignant pustula, malignant edema, woolsorters disease, charbon
3 Merupakan penyakit yang berhubungan sangat erat dg pekerjaan .
4 Dikenal sejak zaman mesir kuno, wabah pertama di indonesia tahun 1832 di Kab Kolaka – Sultra
5 Endemis di DKI, JABAR, JATENG, NTB,NTT, JAMBI, SUMBAR, SULTRA, SULTENG, dan PAPUA
ETIOLOGI
1 Agent bacillus anthracis, berbentuk batang, berkapsul
2 Virulensi : tergantung toksin dan resistensi host
3 Ukuran 1-2 mm x 5 – 10 mm, non motil
4 Membentuk spora, aktif bila masuk tubuh host.
5 Spora mati :
a) Bila dioven pada suhu 140° c selama 3 – 4 jam
b) Dididihkan pada suhu 100° c selama 10 menit
c) Dengan Otoklaf suhu 120° c tekanan 2 atm selama 30 menit.
KAPSUL KUMAN BACILLUS ANTHRACIS :
□ Menghalangi fagositosis
□ Membentuk toksin
□ Toksin mempengaruhi : endotel vaskuler, edema, agregasi platelet, trombosis, gangren
□ Kematian
PENULARAN MENURUT DAERAH:
1 Antraks daerah pertanian (agriculture anthrax): terjadi di daerah pertanian karena pencemaran lingkungan tanah, air, sayuran
2 Antraks kawasan industri (industrial anthrax ) : terjadi di daerah industri, misal pabrik wool, industri yang menggunakan bahan dari hewan
3 Antraks laboratorium : terjadi di laboratorium melalui hewan percobaan kelinci, marmut dan alat – alat laboratorium
JENIS ANTRAKS:
2 Antraks kulit ( bila tidak mendapat pengobatan ) : 5 – 20 % akan meninggal, tergantung luas jaringan kulit yang terinfeksi
3 Antraks gastro intestinal : 25 – 75 % dalam waktu kurang 2 hari
4 Antraks paru – paru :75 – 90 %
5 Antraks meningitis : sangat tinggi mendekati 100%
Kematian biasanya pada hari ke 2 – 3 setelah gejala timbul
JENIS ANTRAKS MENURUT GEJALA :
1 Antraks kulit ( cutaneous anthrax ) : melalui kulit yang lecet
2 Antraks pencernakan (intestinal antrhax) : melalui saluran pencernakan
3 Antraks peranafasan (pulmonary anthrax ) : melalui pernafasan
4 Antraks peradangan otak (meningitis anthrax) : akibat komplikasi yang lain
Penularan juga dapat melalui gigitan serangga dan penggunaan alat secara bersama ( sikat gigi, handuk dll)
ANTRAKS KULIT
Papula → ulcus →vesikula →nekrosis (hitam) disebut malignant pustula sebagai tanda patogonomis antraks.
pada penderita yang rentan kuman menyebar melalui sirkulasi darah menimbulkan antraks saluran pencernakan, antraks paru , meningitis antraks
ANTRAKS SALURAN PENCERNAKAN
Kuman/spora→ limfadenitis hemorragik
Edema pada dinding usus → gangren
ANTRAKS PARU
Spora → hidung/tenggorokan→ gejala
sub klinis.
Spora → dinding alveoli → pneumonia/ peradangan pleura → trombosis pembuluh darah kapiler paru → gagal paru.
Produk toksin dari kuman juga mempengaruhi susunan syaraf pusat yang berakibat pada sentrum pernafasan
KEWASPADAAN DINI
Dalam antisipasi terjadinya kasus antraks di daerah endemis perlu diperhatikan
1 Menjelang idul fitri dan idul adha kebutuhan daging meningkat, sehingga sering terjadi pemotongan hewan tidak lewat rumah potong hewan (RPH)
2 Perubahan musim dari kemarau ke musim hujan. permukaan tanah yang tererosi air hujan, maka spora muncul kepermukaan bersama tunas rumput yang kemudian termakan hewan ternak.
PELAPORAN
Sesuai Undang Undang wabah nomor : 04 tahun 1984 dan permenkes no : 560 tahun 1989, kasus antraks harus dilaporkan dalam 24 jam.
DIAGNOSA
1 Gejala klinik
2 Laboratorium
- mikroskopis
sediaan hapus dari tempat infeksi :
Antraks kulit : spesimen dari
eksudat les
Antraks paru : sputum atau
cairan pleura
Antraks meningitis : pungsi
lumbal
Antraks intestinal : faeses atau
cairan ascites
- serologis : ascoli test, fat, elisa
- Biakan
TATA CARA PENGAMANAN
BARANG DIDUGA MENGANDUNG ANTRAKS
1. Jangan membuka lebih lanjut amplop/bungkusan/paket yang mengandung bahan diduga antraks.
2. Jangan menggoyang atau mengosongkan amplop/ bungkusan/ paket yang diduga mengandung bubuk antraks.
3. Hindari semaksimal mungkin bahan yang diduga mengandung kuman antraks tersebar atau tertiup angin atau terhirup.
4. Gunakan sarung tangan atau masker hidung dan mulut, bila tangan atau badan tercemar bubuk yang diduga mengandung spora antraks , cuci tangan atau mandi dengan sabun dan air yang mengalir.
5. Masukkan amplop atau bungkusan seluruhnya kedalam kantong plastik yang kedap udara atau dapat diikat dengan keras, lebih baik bila menggunakan kantong plastik 2 lapis atau lebih.
6. Masukkan kantong plastik kedalam wadah kaleng / stoples kaca berikut sarung tangan, masker dan barang – barang lain yang mungkin telah tercemar bakteri antraks dan beri label “ berbahaya jangan dibuka “
7. Bila bubuk yang diduga mengandung antraks tercecer diruangan, dilakukan penutupan dengan handuk yang dibasahi bahan pemutih cucian/ hypocloride.
8. Letakkan dos dan stoples dalam ruangan yang tidak banyak digunakan oleh orang lain atau ruangan khusus yang terkunci.
4. PENYAKIT SAPI GILA (BSE )
□ Penyakit sapi gila (Bovine Spongiform Encephalopathy/BSE) adalah penyakit yang disebabkan oleh bahan infeksius yang baru dikenal dan disebut PRION.
□ Agent penyebab BSE adalah PRION
□ BSE termasuk salah satu penyakit yg tergolong dalam Transmissible Spongiform Encephalopathy (TSE) yaitu penyakit yg menyerang susunan syaraf pusat dengan gejala histopatologik utama adanya degenerasi spongiosus atau terbentuknya lubang-lubang kosong di dalam sel-sel otak, dapat menular kepada manusia dan menyebabkan penyakit yang dalam istilah kedokteran disebut Subacute Spongiform Encephalopathy (SSE).
□ BSE lebih banyak menyerang sapi perah dari pada sapi potong
□ Saat ini penyakit BSE lebih dikenal dengan penyakit PRION
1. Dunia kesehatan selalu dihadapkan pada fenomena baru setiap kali ilmu pengetahuan dan teknologi berhasil mengungkapkan sesuatu yang baru seperti PRION.
2. PRION PROTEIN (PRP) atau biasa disebut PRION adalah sejenis protein yang diperoleh dari jaringan otak binatang yang terkena penyakit radang otak yang tidak diketahui sebabnya yang disebut bovine spongiform encephalopathy
3. Prion bukan benda hidup yang lengkap layaknya bakteri, virus ataupun protozoa.
4. Prion dapat dibedakan dari virus atau viroid karena tidak memiliki asam nukleat dan oleh karenanya dia tahan terhadap semua prosedur yang bertujuan mengubah atau menghidrolisa asam nukleat termasuk ensim protease, sinar ultraviolet, radiasi dan berbagai zat kimia seperti deterjen, zat yang menimbulkan denaturasi protein seperti obat disinfektan atau pemanasan/perebusan
5. Namun yang mengherankan prion memiliki kemampuan memperbanyak diri melalui mekanisme yang hingga saat ini belum diketahui.
6. Prion sampai sekarang dianggap sebagai benda yang bertanggung jawab terhadap kejadian ensefalopati pada penyakit sapi gila (BSE), Creutzfeldt-Jakob Disease (CJD) , Gerstmann-Straussler Syndrome dan penyakit Kuru sejenis penyakit kelumpuhan yang timbul pada keluarga tertentu . Semuanya memiliki gejala yang sama yaitu jaringan otaknya mengalami degenerasi menjadi benda yang berlubang? lubang kecil seperti layaknya karet busa atau spons dan oleh karena itu disebut sebagai spongiform encephalopathy
TANDA KLINIS PENYAKIT
SAPI GILA :
1 Gangguan Motorik (pergerakan anggota tubuh/kelumpuhan yang terjadi semakin lama semakin berat menimbulkan kematian)
2 Ataksia, tremor, kelemahan, haus dan mengalami kegatalan dengan derajat yang hebat.
3 Sensitif terhadap suara dan sinar
4 Perubahan perilaku
Penyebaran penyakit BSE/PRION
1 Dari hewan ke hewan, melalui pemberian pakan hewan yang berasal dari hewan sakit (serbuk tulang dll)
2 Hewan ke Manusia, melalui makanan yang berasal dari hewan (sapi) sakit BSE, material medis & produk hewan seperti: enzim, kapsul, vaksin yang menggunakan biakan sel otak yang berasal dari hewan sakit.
3 Manusia ke Manusia, melalui jalur Iatrogenik seperti transplantasi kornea, penggunaan electrode pada EEG, alat-alat nekropsi terkontaminasi, hormon pituitary dan transfusi
RESIKO MASYARAKAT TERKENA PENYAKIT BSE/PRION
1 Karena pola konsumsi makan manusia yang hampir memakan seluruh bagian tubuh sapi/ruminansia termasuk otak dan sop buntut.
2 Importasi daging sapi/atau bahan pakan ternak yang berasal dari negara yang belum bebas penyakit BSE
3 Importasi bahan-bahan medis yang berasal dari materi sapi/ruminansia terkontaminasi BSE
PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN BSE/PRION
Pencegahan adalah cara terbaik bagi penyakit BSE/PRION, karena hingga kini belum ada obatnya. Maka langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan:
1 Meminimalisasi resiko pada manusia akibat penggunaan produk & alat medis yang berasal dari sapi seperti: Seleksi sumber material dari sapi, penggunaan material dari sapi, kondisi pengumpulan material asal sapi dan besarnya material asal sapi yang digunakan, cara pemberian/penggunaan material asal sapi
2 Meminimalisasi resiko pada manusia akibat penggunaan produk & alat medis yang berasal dari manusia seperti:
1). Resiko transmisi dari CJD akibat penggunaan peralatan/ instrumen, hormn pituitary dan durameter
2). Resiko transmisi dari CJD akibat penggunaan darah dan produk darah
1 Resiko transmisi dari CJD akibat konsumsi produk makanan yang berasal dari hewan sapi/ruminansia seperti:
1). Keamanan susu
2). Resiko kejadian BSE/Prion pada Domba
3). Penggunaan gelatin pada rantai makanan
PENGOBATAN:
Karena sifat dari agent penyakit ini (PRION) sangat unik di dalam tubuh penderita tidak ada respon imunologik maka penggunaan obatpun hanya bersifat SIMPTOMATIS, tidak kausalis.
ANTISIPASI TERHADAP PENYAKIT BSE DI INDONESIA
1. Mengadakan survei dan monitoring ternak sapi pada daerah kantong ternak
2. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas lapangan yang bersentuhan langsung dengan ternak yang rentan penyakit prion.
3. Sosialisasi pada masyarakat luas terutama konsumen produk asal ternak tentang bahaya, cara penanganan dan pengendalian penyakit BSE/PRION
4. Melarang importasi ternak, bahan (pakan, medis dan lainnya) yang dapat menularkan BSE dari negara yang tidak bebas penyakit tersebut.
5. Penegakan Hukum dan aturan yang berlaku setiap kegiatan yang berkaitan dengan peternakan, khususnya masuknya bahan yang dapat menularkan BSE
6. Melarang penggunaan bahan baku pakan ternak yang terbuat dari tepung daging dan tulang sapi/ruminansia (meat and bone meal/MBM) yang tercemar Prion
0 komentar:
Posting Komentar